RSS

Berlalu Seiring Truk Penyiram Bunga


Sudah 2 tahun aku tidak bertemu dengannya. Laki-laki yang selalu kucintai dalam hidupku. Ulang tahunku tahun ini sepertinya akan menjadi saksi bahwa sudah 5 tahun aku mencintai lelaki itu. Laki-laki yang selalu membakar semangatku. Meskipun aku tau dia tak pernah menyadari arti dirinya dalam hidupku. Benar, aku menahan perasaanku ini selama bertahun-tahun. Aku tak ingin dia mengetahuinya. Dulu pernah aku mencoba mengatakan padanya. Namun gagal. Aku kira setelah kepergiannya di tempat yang jauh itu, aku akan segera melupakan perasaanku padanya. Tapi kenyataaannya lain. Semakin lama perasaanku ini semakin besar. Dan aku sudah tak mampu membendung perasaan ini lagi. Aku mengatakan padanya beberapa waktu yang lalu. Aku kira dia akan membenciku untuk selamanya ketika mengetahui kenyataan selama ini. Tapi dia tidak marah padaku. Yah, selama ini dia tidak pernah menyakiti perasaanku sedikitpun. Hal apapun yang dia lakukan, dia tak pernah membuatku kecewa ataupun sedih.
***
                Seperti biasa aku mengupdate status facebook, dan segera mengintai facebooknya juga. Disana tertulis:
                Nanti kalau di Ijen ada supir Truk ganteng jangan lupa buat disapa ya J
Aku menjerit histeris. Oh Tuhan, dia sudah sampai di Malang. Tanpa pikir panjang aku segera meraih handphoneku dan mengirim pesan kepadanya.
Ailbert, status FB mu itu sungguhan????
Dan ada balasan beberapa detik kemudian
Ya, benar sekali. Kenapa?
Dan aku mengetik secepat cahaya
Ngapain kamu disana? Emang beneran ya?
Dan entah kenapa dia juga membalas secepat kilat.
Kalau nggak percaya silahkan lihat sendiri, aku disini sampai nanti malam.
Jawaban yang sungguh kutunggu sebelumnya. Aku segera membalasnya
Baik, tunggu... Aku kesana.
                Aku segera meraih tas ku dan melangkah dengan dadaku yang berdegup kencang. Hatiku dipenuhi dengan kegembiraan. Sudah bertahun-tahun aku tidak berjumpa dengannya. Aku ingin menangis, tapi juga tertawa. Aku bahkan ingin berjingkrak-jingkrak sepanjang jalan. Aku tidak berhenti tersenyum dan tertawa-tawa sendiri sepanjang jalan. Tiba-tiba sahabatku meneleponku, dan aku mendengar suara tangis sahabatku ketika aku mengangkatnya. “Kirin aku ingin berbicara denganmu. Aku sungguh-sungguh ingin mati.”
                Dalam sekejap aku bingung. Apa yang harus kulakukan. Setelah sekian lama aku akan bertemu dengan orang yang sudah bertahun-tahun ku cintai. Tapi disisi lain sahabatku membutuhkan aku. “Baiklah, kita bertemu di Perpustakaan Umum ya.” Aku mengambil keputusan untuk bertemu dengan mereka berdua sambil berdoa supaya sahabatku, Tika baik-baik saja dan tidak berbuat nekat karena aku sungguh-sungguh tau siapa dia.
                Akhirnya aku sampai di depan Perpustakaan Umum. Malam ini jalanan sungguh ramai karena malam minggu. Aku menunggu didepan Perpustakaan Umum. Menunggu salah satu dari mereka datang karena aku sudah berjanji pada mereka berdua untuk menemui mereka didepan Perpustakaan Umum. Setelah beberapa menit datanglah Tika yang masih dari wajahnya terlihat sembab karena menangis. “Are you okay?” Aku bertanya sambil menggenggam tangannya.
                “Ya, aku baik-baik saja,” katanya sambil menundukkan kepalanya.
                “Apa kau mau mengatakannya padaku apa yang telah membuatmu menangis sampai seperti ini?,” aku berkata pelan-pelan karena aku takut dia akan menangis lagi.
                “Ya, tapi tidak untuk saat ini. Aku mohon jangan bertanya dulu mengapa aku bisa sampai seperti ini,” Tika meyakinkan dirinya sendiri.
                “Baiklah, aku tak akan memaksamu untuk ini,” kataku sambil menghela nafas.
                “Oh iya, ayo ikut aku ke tengah-tengah jalan ijen. Hehehe.” Aku seraya menarik tangannya untuk mengikutiku.
                Menyeberangi jalan Ijen luar biasa susah karena banyak sekali kendaraan yang berjalan kencang. Setelah sampai ditengah-tengah jalan ijen (yang merupakan jalur hijau) banyak bunga-bunga disana, aku segera mengirim pesan lagi ke Albert.
                Aku sekarang di tengah-tengah jalan Ijen tepatnya di tempat bunga-bunga ditanam depan museum Brawijaya dan perpustakaan umum. Aku menunggumu disini.
                Aku dan Tika memutuskan duduk karena kami merasa sama-sama capek. “Sebenarnya aku sebentar lagi akan bertemu dengan Albert,” kataku agak pelan karena aku merasa takut akan terbangun dari mimpi karena suaraku yang kencang.
                “Apa? Albert? Albert yang selalu kau ceritakan kepadaku, dan kepada setiap orang yang kau kenal? Dan juga selalu kau ceritakan kepada semua lelaki yang mendekatimu? Lelaki yang selama ini selalu kau cintai dan seakan kau melihatnya ada dimanapun kau berada?” Rentetan pertanyaan itu keluar dengan intonasi yang tinggi terus dan mata Tika melotot.
                “ Ya,” jawabku singkat dengan mata yang berbinar dan senyum yang kutahan. Dan akhirnya aku menyerah kepada kebahagiaanku karena senyum itu tak dapat kutahan lagi.
                Tiba-tiba ada Truk yang luar biasa besar berhenti didekat situ. Truk itu ternyata adalah truk penyemprot bunga. Lalu keluarlah laki-laki yang selama ini selalu kupuja. Dia melangkah mendekatiku, dia memberiku senyumannya yang masih tetap indah seperti dulu.
                “Hai, bagaimana kabarmu?”
                “Baik,” dan setelah mengatakan itu, entah kenapa rasanya aku seperti hilang arah. Aku menunjukkan sosok ku yang ceria dan bagaikan seorang sahabat. Padahal dia tahu bahwa aku sangat mencintainya.
Bagiku itu lebih baik daripada aku harus terlihat mengenaskan ketika aku tau bahwa tak mungkin aku bisa bersamanya. Aku mengenalkan Tika kepada Albert. Tapi Tika membuka pembicaraan yang sungguh tak ingin kubahas disini.
“Kamu cowok yang di wallpaper hapenya Kirin kan? Dia selalu menceritakanmu padaku. Sudah berapa lama kalian berpisah? Wah sepertinya kalian harus melepas rindu. Dan apakah keberadaanku disini mengganggu kalian?” Tika mengucapkannya dengan cepat tanpa aku dapat memotongnya. Rasanya aku seperti tersedak kadal raksasa di tenggorokanku.
“Wow, aku tak penah tau bahwa sampai seperti itu,” Albert berkata itu dengan tersenyum dan segera melirik ke arahku yang sekarang sedang membatu karena shock!!!
“Well, apa yang kalian lakukan disini malam-malam begini?” tanya Albert.
“Karena kami ingin menggila dan bersenang-senang dengan berkesenian, hahhaha” aku segera menyahut, supaya tidak terdengar lebih menyedihkan lagi. Lagipula kenapa harus ditanya lagi, bukannya dia sudah tau bahwa aku tadi kesini memang benar-benar untuk bertemu dengannya.
“Boleh aku ikut? Tapi itu tidak mungkin terjadi. Karena aku harus melanjutkan tugasku menyiram bunga sepanjang jalan Ijen,” katanya terlihat menyesal.
“Argh, padahal aku bermaksud untuk meminta tolong padamu,”
“Apa?” dia terlihat penasaran.
“Well, tolong siram kami berdua dengan air didalam truk mu itu... Lalu kami akan menggila seperti dibawah hujan yang deras, membaca puisi atau menari dan menyanyi,” kataku dengan mata berbinar. Albert nyengir lebar.
Tapi Tika menyahut, “Jangan lakukan itu. Kirin, apa kau ingin mati? Ingat, ini malam hari yang dingin dan jauh dari rumah. Kau tau sendiri kan kita berdua dilarang berhujan-hujanan. Apalagi kamu. Masih banyak yang harus kita lakukan. Kita masih harus menyelesaikan proyek dramaku dan proyek lukismu. Dan jika kehujanan, kau bisa mati.”
Mendadak aku merinding dan bergidik. Tika benar. Jika aku melakukan itu, aku tidak akan selamat sampai besok. Apalagi pasti air yang untuk menyirami itu bukan air bersih. Aku bisa masuk Rumah Sakit dalam sekejap.
“Apakah separah itu penyakitmu?” Suara Albert memecah imajinasiku yang semakin menjadi-jadi. Aku menatapnya, dan senyum yang daritadi dia sunggingkan sudah tak ada. Dia terlihat kawatir.
“Hmm... mungkin tidak tewas, hanya saja kritis,” kataku mencoba mencairkan suasana yang dibekukan oleh kekhawatiran Albert dan Tika.
Aku berdiri dan memandang ke arah mobil-mobil yang lewat. Sinar lampu dari mobil-mobil itu menyilaukan mataku. Lalu aku melihat bunga-bunga itu. Meskipun malam hari, mereka masih terlihat indah dan menyenangkan. Albert juga ikut berdiri. Aku sedikit melamun. Lalu tersadar dan segera melihat ke arah Albert. Ketika aku melihat Albert, aku mendapatinya tengah memandangiku. Lalu dia buru-buru mengalihkan pandangan matanya. Seketika itu juga semua perasaanku padanya lenyap. Apa ini? Kenapa begini?
“Aku harus pergi sekarang. Aku harus segera mengerjakan tugasku selama liburan disini. Pamanku sudah mengirim pesan padaku supaya buru-buru.” Dia berkata sambil melihat layar hape dan mulai resah.
“Baiklah, kau pergi saja. Aku masih ingin disini,” Aku tersenyum padanya, tanpa pandangan cinta dimataku.
Albert segera berjabat tangan dengan Tika.
“Aku janji, aku akan menemuimu lagi setelah aku kembali kesini lagi suatu saat nanti,” dia mengulurkan tangannya padaku.
“Baiklah, jangan mengingkarinya lagi. Sama seperti dulu ketika dirimu menjanjikan padaku tak akan meninggalkanku dan akan selalu ada untukku lalu mengingkarinya untuk selamanya.” Aku tetap tersenyum ketika mengatakan itu, namun kali ini tidak memandangnya. Lalu cepat-cepat melepaskan tangannya.
“Aku akan menepatinya kali ini. Tunggu aku,” lalu dia melangkah pergi menuju truk penyemprot bunga itu. Dia tersenyum kepadaku ketika dia melaju menggunakan truk itu dan berlalu pergi.
Baiklah, aku sudah menggenapinya. Seperti kataku dahulu, aku akan terus dan terus mencintaimu sampai cinta itu hilang dari hatiku. Tak peduli aku harus menderita atau apa, akan kujaga hatiku hanya untukmu. Selama ini aku menolak banyak laki-laki yang datang untuk masuk kedalam hatiku. Semua karena dirimu. Namun sekarang cinta itu tiba-tiba lenyap dalam hitungan detik. Dan aku sudah menggenapi janjiku pada diriku sendiri. Selamat tinggal, Albert.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Aku ingin


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.


Penyair: Sapardi Djoko Damono.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS